KOOLOM

Stay informed and read latest news from Koo

HomeKoolom

The Secret Book | Chapter 1 : Prologue : Malam yang Menegangkan

17 Juni 2021

The Secret Book | Chapter 1 : Prologue : Malam yang Menegangkan

Dari luar terdengar suara samar rintik hujan yang terendam oleh karpet merah maroon bertabur emas. Nyanyian hujan perlahan menghilang menandakan lukisan pelangi akan segera muncul. Biasanya pada saat ini Charlotte akan terbangun karena udara sejuk menerpa kulit telanjangnya, kemudian menarik selimut lebih dalam tuk mengubur dirinya jauh sepenuhnya. Tetapi anehnya dia merasa nyaman pada saat ini, malahan ia menggosokan kepalanya ke sebuah tempat - dekat dengan aura hangat yang entah dari mana muncul, seakan dipeluk oleh beruang hitam yang besar dan juga lembut. Charlotte merasa akan mimpi indah malam ini.

 

Gagasan itu langsung ditarik kembali setelah ada sesuatu yang salah di sekitar tubuhnya. Pantatnya terasa seperti diusap oleh tangan yang besar, dan di dadanya ada sesuatu yang menempel seperti permen karet. Bersamaan pada saat itu juga terdengar suara napas dan detak jantung yang begitu dekat. Dia yakin itu milik orang lain.

 

Perlahan dia membuka kedua kelopak matanya yang berat, dan yang ditemukannya adalah orang asing yang sedang memeluknya? Matanya sontak terbuka lebar dan langsung berteriak sekuat mungkin.

 

Tapi sebelum satu hurufpun keluar dari mulutnya, orang itu langsung mencengkram pipi dan menutup bibir Charlotte dengan jari telunjuknya. Sangking kencangnya, dia tidak bisa membuka mulutnya untuk mengucapkan sepatah katapun. Kedua tangan Charlotte lalu ditarik secara kasar ke atas kepalanya, badan maupun kakinya tidak bisa bergerak sama sekali karena dikunci oleh tubuhnya yang besar. Ini sama saja seperti Charlotte lagi diikat agar tidak bisa lari kemanapun.

 

“Shuuu,” katanya sambil mendekatkan kepalanya perlahan.

 

Di ruangan ini tidak ada cahaya yang mendukung kecuali satu lilin di meja samping tempat tidur. Sosoknya sama sekali tidak dapat dilihat, kecuali suaranya yang terdengar maskulin.

 

“Kamu tidak bisa lari,” dia berbisik di samping telinganya. “Jadi tunjukkan bibir manismu.”

 

Ini mulai membuat Charlotte ngeri atas apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya. Dia yakin ini bukan kamarnya karena kasur ini terasa jauh lebih empuk daripada miliknya yang sederhana. Jadi skanario yang paling pasti adalah dia menculik Charlotte saat lagi tertidur, dan pria brengsek ini ingin macam-macam di tempat persembunyiannya secara paksa! Hanya ada satu pikiran yang datang dalam kepala Charlotte sekarang. Dia harus segera kabur bagaimanapun caranya.

 

Dia mengendurkan cengkramannya barusan, walaupun begitu rahang Charlotte masih terasa nyeri. Kemudian ia memegang ujung dagu kecilnya dan mendekatkan bibirnya ke atas wajah Charlotte. Walaupun seluruh ruangan gelap, Charlotte masih bisa mendengar suara napasnya yang berat. Dia sontak menahan napas dan menutup erat matanya. Karena keinginan bertahan hidupnya yang tinggi, Charlotte langsung mendapatkan ide bagus.

 

Dia mengantukkan dahinya tepat ke hidung orang itu sekuat tenaga hingga terdengar suara pukulan keras menggempa seruangan. Orang itu mengeluarkan sedikit suara kesakitan dan spontan melepaskan tangan Charlotte yang sebelumnya ditekan erat olehnya. Mencuri kesempatan, Charlotte mendorong tubuhnya menjauh lalu menjatuhkan diri ke lantai. Dia memegang dahinya yang terasa sakit dan pusing, tapi ia menghiraukannya. Kemudian Charlotte menyambar lilin dan mengarahkannya ke segala arah untuk mencari jalan keluar yang memungkinkan.

 

Untunglah di antara deretan lukisan pemandangan itu terdapat pintu yang sangat besar setinggi 3 meter dengan lebar yang cukup untuk 5 orang. Charlotte baru pertama kali melihat pintu sebesar ini – pintu di kamarnya hanya 1:4 jika dibandingkan.

 

“HEI!”

 

Lilin yang dipegangnya hampir terjatuh karena teriakan orang itu yang menerobos masuk ke dalam telinganya. Charlotte langsung berlari menuju arah pintu dalam keadaan goyang, lalu mendorong pintu terbuka dengan seluruh tubuhnya sebelum orang itu dapat datang menangkapnya. Angin dingin langsung masuk ke dalam ketika Charlotte membuka pintu, menyapu bersih rambut yang menghalangi wajahnya. Ternyata ini bukan pintu keluar, melainkan pintu menuju balkon. Dia tidak menyangka kalau sekarang ia berada di lantai atas.

 

Charlotte melihat sekeliling dengan seksama sambil berteriak, “TOLONG! TOLONG AKU!”

 

Tapi tidak ada satupun orang yang menjawab.

 

“KUMOHON TOLONG AKU! SIAPA SAJA!”

 

Dia berteriak sekuat yang ia bisa. Tapi ini dini di pagi hari, orang-orang masih tertidur berlabuh dalam indahnya mimpi. Walaupun memakai pengeras suara sekalipun, tidak ada orang yang akan datang.

 

“Kenapa kamu melarikan diri dan berteriak?” tanya pria asing itu dengan suara jelas sambil berjalan menuju Charlotte.

 

Charlotte terkejut dan langsung membalikkan badannya ke arah suara berasal. Suara hentakan sepatu pria itu bergema di tiap lantai, hingga membuatnya ikut tergerak mundur karena merasa terpojok. Sudah terlambat untuk kembali sekarang, pikirmya.

 

“Tentu saja untuk lari dari BAJINGAN sepertimu!” balas Charlotte sambil menunjuk kepadanya sambil mengulur waktu untuk mencari cara untuk kabur, walaupun sekarang kakinya bergemetaran dibalik rok.

 

Ada hening sejenak, ekspresi orang itu tidak dapat terlihat karena langit di luar begitu gelap dimana hanya mengandalkan cahaya bulan yang tidak seberapa. Cahaya lilin di tangan Charlotte tidak bisa menjangkau dirinya karena jarak mereka yang lumayan jauh.

 

“HAHAHA haha,” dia tertawa keras. “Kamu sangat lucu.”

 

Karena rasa takut yang tinggi setelah mendengar ketawanya yang mengerikan, isi pikiran Charlotte terbesit untuk melakukan hal gila lain. Dia melemparkan lilin ke sudut lantai lalu menyingkapi gaunnya agar bisa menaiki pembatas balkon yang setinggi dada. Tapi sejak kapan Charlotte memakai gaun berat ini? Seingatnya dia memakai celana seperti biasa.

 

 “APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN?” teriakannya lebih kencang dari sebelumnya. “CEPAT TURUN DARI SANA SEKARANG JUGA!”

 

“TIDAK AKAN! Kalau kamu mendekat – AKU AKAN LOMPAT SEKARANG JUGA!”

 

Dia terdiam mendengar teriakan Charlotte.

 

“DAN KAMU! Apa yang ingin kamu lakukan padaku? Mau menjual ORGANKU, HAH!”

 

Sekilas Charlotte menolehkan pandangan matanya ke bawah kaki, dari sini terlihat banyak semak-semak berduri yang mengerikan dan juga gelap gulita. Jika dia beruntung,  kemungkinan ia akan patah tulang dan mendapatkan sejumlah luka. Jika tidak, maka tamatlah riwayatnya.

 

“Kamu sungguh tidak masuk akal,” keluhnya. “Sekarang, hentikan omong kosong ini.”

 

Charlotte tidak mengerti isi pikiran pria satu ini. Dia yang memulai omong kosong ini sampai menculiknya segala. Seharusnya dia yang mengehentikan omong kosong ini!

 

Tak lama kemudian, dari jauh terdengar suara beberapa orang yang memasuki kamar menuju teras balkon. Mereka adalah bawahannya yang mendengar suara pertengkaran mereka dari balik pintu. Apakah mungkin bajingan ini adalah seorang mafia? Menilai dari tempat persembunyiannya, dia pasti adalah orang kaya. Charlotte berencana akan melaporkan kejadian ini pada polisi, itupun kalau ia berhasil selamat dari jurang kematian yang ada di ujung kakinya saat ini.

 

“Tuan! Apa yang terjadi?” salah satu dari kedua bawahannya yang memegang lentera bertanya.

 

“Diam! Berikan lentera itu padaku,” dia memerintahkannya secara kasar.

 

Orang tua itu langsung menunduk dan memberikannya padanya dengan patuh. Sekarang dia memiliki seberkas cahaya di tangan kanannya, tapi Charlotte hanya bisa melihat wajahnya yang samar. Sebenarnya dia bisa saja melompat sekarang, tapi ia takut untuk melepaskan tangannya dari pembatas. Tidak ada pilihan selain berdoa saat ini.

 

Setelah pria itu mendekat, Charlotte baru menyadari kalau dia lumayan tampan dan lebih tua diatasnya sedikit. Dadanya bidang dan rambut pendek hitamnya acak-acakan di sana-sini. Tapi yang membuatnya takut adalah tatapan bola mata hitamnya yang menembus kesadaran Charlotte, hingga membuatnya terhipnotis sejenak.

 

“Ya, ampun Nyonya! Apa yang Anda lakukan disana?” ucap orang bawahannya tadi.

 

“Nyonya, tolong turun dari sana!”

 

“Itu sangat berbahaya, Nyonya!”

 

Charlotte mengerutkan kening mendengar mereka yang memanggilnya dengan sebutan nyonya. Sejak kapan dia adalah seorang nyonya? Charlotte hanyalah seorang mahasiswa terpelajar, hanya saja sekarang ia sedang berusaha bertahan hidup dari kegalakan dosen-dosennya. Tapi yang membuatnya aneh adalah mereka yang seperti memandang ketakutan padanya. Apakah Charlotte segitu pentingnya? Ya, kalian pasti hanya memikirkan organnya yang berharga, pikirnya.

 

 “Charlotte, ayo kembali,” dia mengulurkan tangannya pada Charlotte.

 

Tangannya sekarang bergemetaran karena dia mengetahui namanya. Ini membuatnya bertanya-tanya informasi sebanyak apa yang dia ketahui tentangnya. Apakah dia menguntitnya selama ini? Apa mereka sangat ingin menjual organ tubuhnya?

 

“Siapa Kamu! Jangan macam-macam padaku! Aku bisa melaporkan ini ke polisi atas kejadian ini!” ancamnya keras.

 

Dia menaikkan alis satunya dan berkata, “Kita tidak punya waktu, Charlotte. Jadi jangan membuat ulah.”

 

“Tidak!”

 

Dia memegang tangan Charlotte yang menempel pada pagar pembatas dan berusaha menariknya kembali. Tapi Charlotte tidak mau menurutinya dan menyentakkan tangannya agar terlepas dari orang itu. Tapi sialnya tangannya yang satunya lagi tergelincir, dan dalam sekejap tubuhnya terhempas ke belakang.

 

Waktu terasa berjalan lambat. Jantungnya berdetak semakin cepat setiap 0,2 detik. Charlotte bisa melihat tangan pria itu yang ingin meraihnya tapi tidak berhasil. Wajahnya yang kehilangan wanita untuk dijual organnya terlihat lucu bersamaan dengan suara teriakkan lainya yang mulai terendam.

 

Dia tak sadarkan diri sebelum terjatuh, dan melewati kejadian langka yang membutakan mata semua orang yang melihatnya. 


;Jatuh-dari-Ketinggian;;

Cahaya terang menyinari tubuh Charlotte yang berasal dari tangan pria tadi. Perlahan, tubuhnya bergerak pelan dan dengan hati-hati jatuh lembut ke kedua lengannya. Kedua pengawal itu ternganga melihat kejadian yang tidak masuk akal ini.

 

Kemudian dia pergi sambil membawa Charlotte dipelukannya, sebelum keluar dari pintu, dia berkata, “Jangan keluar dari pintu ini tanpa sepengatahuanku.”

 

Dan pintu tertutup. Pengawal itu tahu bahwa jika mereka diam-diam keluar dari kamar ini, maka kepala mereka harus siap-siap untuk digantung ditempat tepat setelah tertangkap basah.

 


You must Register or Login to post a comment