KOOLOM

Stay informed and read latest news from Koo

HomeKoolom

Edmund Sean | Chapter 1 : Pertunjukkan di Old Vic

15 Juni 2021

Edmund Sean | Chapter 1 : Pertunjukkan di Old Vic

Britania Raya di tahun 1954 baru saja mengalami perubahan sosial dan ekonomi setelah Perang Dunia kedua yang meluluhlantakkan negaranya beberapa tahun silam. Dua tahun lalu, sang Ratu Elizabeth II duduk di atas tahta kerajaan, menggantikan ayahnya Raja George VI yang mangkat. Seluruh pemerintahan, baik kerajaan maupun parlementer, berpusat di sebuah ibu kota di negara konstituen bernama Inggris yang dibelah oleh Sungai Thames. Kota yang disebutkan itubernama London.

 

Universitas London, sebuah universitas terkenal di jantung kota London, menjadi tempat seorang asisten professor yang merupakan seorang bacheloratau sarjana psikologi bernama Edmund Sean Guinness membantuprofessor yang mengajar psikologis sosial,Prof. Arthur Watson. Siang itu, pada hari Senin, 8 Maret 1954 Edmund dan Prof. Watson baru saja selesai mengajar para mahasiswa. Mereka terlihat saling bercakap-cakap sambil berjalan di sebuah koridor di dalam gedung universitas.

 

Edmund memakai setelan jas cokelatdengan dasi hitam menggantung di kerah kemeja putihnya. Dia adalah seorang pria berusia 24 tahun yang memiliki rambut cokelatyang dipotong rapih dan sepasang mata biru. Prof. Watson sendiri yang berambut hitam keubanan dan berusia 58 tahun itu mengenakan jas abu-abu dengan sejenis rompi merah dikenakan di atas kemeja putihnya.

 

“Bagaimana kabar di rumah, Guinness? Kakakmu Alistair, adikmu Henry, serta ibumu?” Tanya Prof. Watson.

 

“Baik-baik saja, Professor, syukurlah. Sekarang kakakku sedang menjadi barrister/pembela di kehakiman. Henry sekarang kuliah di Imperial College London.” Jawab Edmund. “Ibu... syukurlah, baik-baik saja walaupun sudah dua tahun menjanda semenjak ayah saya meninggal.”

 

“Syukurlah, kalau kakak adikmu itu sama-sama menempuh masa depan yang lebih cerah, Guinness.” Jelas Prof. Watson. “Ayahmu itu akan sangat bangga dengan putra-putranya, termasuk kau karena sama-sama berdedikasi besar untuk menegakkan keadlian, mencerdaskan bangsa, serta membantu orang lain demi kerajaan, bahkan seluruh dunia. Tuhan berkati jasa-jasa kalian selalu.”

 

“Amin, Professor.”

 

“Oh iya, salah satu teman saya dari King’s College, Prof. Erwin Lockhart namanya mengirim sesuatu kepada saya, Guinness. Pasti kau akan tertarik dengan ini.” Kata Prof. Watson sambil memberikan sebuah amplop ke Edmund.

 

“Wah, apa ini, Professor?” Tanya Edmund penasaran.

 

“Nanti kau buka di rumah, ya, biar orang tidak curiga dengan amplop itu.”

 

Edmund pun mengangguk mendengar pesan dari Prof. Watson. Kemudian, karena waktu sudah siang, tepatnya pukul 1 siang, maka Edmund memutuskan untuk pamit pulang ke rumah.

 

“Uh, Professor, saya mau pulang ke rumah dulu, ya. Permisi, selamat siang.”

 

“Ya, selamat siang juga. Hati-hati, Guinness!” Balas Prof. Watson.

 

Di luar kampus tempat dia membantu Prof. Watson mengajar, dia disambut oleh kedua teman sefakultasnya ketika dia kuliah.

 

“Hai, Lucas. Hai, Archie!” Sambut Edmund.

 

“Oh, hai juga, Edmund. Tumben kamu pulang sesiang ini, biasanya kamu sering ngobrol dengan Prof. Watson.” Kata Lucas.

 

“Rasanya aku ingin bertemu keluargaku dengan cepat hari ini.” Jawab Edmund. “Sesekali punya waktu berkumpul bersama keluarga lebih lama lagi.”

 

Kedua teman Edmund, masing-masing bernama lengkap Lucas Leo Leland dan Archibald “Archie”  Reed merupakan teman sefakultas semenjak mereka pertama kali kuliah di fakultas psikologi dan ilmu bahasaUniversity College London. Dari penampilan mereka, Lucas berpenampilan kurus dengan rambut pirang menghiasi kepalanya. Sepasang kacamata dipakai di kedua mata birunya dan hari ini dia memakai jas warna cokelat dengan dasi garis merah menggantung di kerah kemejanya.

 

Archie sendiri berpenampilan atletis karena dia pernah mengikuti klub dayungsemasa kuliah dulu. Rambut merah turut menghiasi ubun-ubun kepalanya dan hari ini dia mengenakanjas hitam dengan sweater biru muda membaluti kemeja putihnya.

 

“Ada perlu apa kalian menjemputku ke sini? Tumben, biasanya kalian punya kegiatan masing-masing.” Tanya Edmund penasaran.


;edmundsean-images-chap1-1;;

“Kamu ingat tunanganku, Beth Mitchell, seorang penyanyi, Edmund? Kamu bertemu dia sambil aku memperkenalkan si Beth dua tahun yang lalu.” Tanya Archie.

 

“Ah, ingat sedikit, walaupun agak samar-samar.”

 

“Malam ini, ada penampilan dari si Beth di Old Vic di Waterloo, Edmund. Apa kamu bersedia datang?” Tanya Archie sambil memberikan selembar pamflet.

 

“Wah, kalau itu aku bersedia sekali, Archie, sekalian melepas penat sehabis membantu seorang professor mengajar.” Jawab Edmund dengan senyum lebar.“Lucas, kamu mau ikut juga?”

 

“Uh, boleh-boleh saja.” Jawab Lucas. “Yah, semoga semuanya lancar-lancar saja di sana.”

 

Melalui London Underground atau the Tube panggilannya, Edmund pulang ke tempat tinggal keluarganya di London Utara, tepatnya di wilayah Southgate. Setelah naik bus bertingkat, akhirnya dia sampai di rumahnya yang bergaya arsitektur Inggris zaman dahulu.

 

“Ibu, aku pulang.”

 

“Selamat datang, Edmund! Bagaimana harimu?” Tanya ibunya, Ny.EmiliaGuinness dibantu oleh menantu dari anak sulungnya, Elizabeth Guinness néeDunton.

 

“Wah, lancar-lancar saja, bu.”

 

Nyonya Guinness adalah seorang janda berusia 52 tahun yang memiliki rambut hitam. Pada hari itu, ibu dari Edmund itu mengenakan blus warna biru polka dot, seperti kebanyakan ibu rumah tangga pada saat itu.

 

Elizabeth,kakak ipar dari Edmundyang berusia 27 tahunadalah seorang wanita berusia sebaya dengan Alistair suaminya. Elizabeth, atau Lizzie nama panggilan dari suaminya memiliki rambut pendek ikal berwarna cokelat tua dan memiliki sepasang mata berwarna hazel, warna mata lumayan langka di dunia ini. Seperti ibu mertuanya, Elizabeth memakai blus warna merah. Yang membedakan dengan mertuanya adalah dia mengenakan celemek bergaris biru mulai dari dada sampai lutut.

 

“Edmund! Tumben, kamu pulang siang bolong begini?” Sambut Alistair, sang kakak yang sedang membaca buku tentang kehakiman.

 

“Iya, kakak. Kebetulan tadi selesainya lebih cepat. Sesekali kita berkumpul bersama keluarga, bersama Ibu juga.”

 

Alistair Ewan,sang kakak yang berusia 28 tahun itu memiliki penampilan serupa dengan Edmund, tetapi alisnya sehalus milik ibunya dan memiliki rona mata biru segelap ibunya. Alistair sendiri terbiasa mengenakan jas hitam dengan dalaman berupa rompi merah yang dikenakan di atas kemeja putihnya. Seperti kebanyakan orang Inggris pada umumnya sebuah dasi hitam digantungkan di atas kerah kemejanya.

 

Ayah mereka, Kolonel Winston Arthur Guinness meninggal dua tahun lalu, di tahun yang sama ketika Raja George VI mangkat pada usia 65 tahun.Efek stres luar biasa serta trauma di masa Perang Dunia kedua itu yang menyebabkan Kolonel Guinness jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia yang mengakibatkan Ny. Emilia Guinness menjadi janda. Atas kejadian ini, maka Alistair memutuskan untuk mendampingi ibunya yang sudah menjanda dengan tinggal bersama ibunya dan kedua adiknya, termasuk Edmund.

 

Edmund kemudian pergi ke kamarnya di lantai dua. Ternyata, kamar Edmund berisi berbagai penghargaan dari pihak kepolisian Metropolitan London atau Scotland Yard karena sudah memecahkan berbagai kasus luar biasa, salah satunya adalah kasus penyeludupan ganja yang terjadi empat tahun lalu, di mana bagian berita itu dipigura dan dipajang di tembok kamar Edmund. Di meja belajar Edmund, berbagai buku dan manuskrip ditumpuk, memberi kesan Edmund adalah orang yang sangat sibuk sekaligus sangat suka mempelajari hal baru.

 

Edmund kemudian mengambil amplop yang diberikan Prof. Watson dari kantung jasnya, penasaran akan isinya. Dan, breeek! Amplop cokelat itu pun dirobek dan dibuka isinya. Edmund terlihat kebingungan dengan isi amplop itu.


;edmundsean-images-chap1-2;;

“Hm? Huruf-huruf R ini ditata seperti ini. Kenapa, ya?” Pikir Edmund melihat huruf R yang ditata berceceran di atas kertas itu.

 

“Edmund? Kita makan siang dulu, ya.” Panggil Alistair dari pintu kamar.

 

“Oh, iya, kakak.”

 

Di meja makan, Edmund, Alistair dan istrinya Elizabeth bersama ibu mereka menyantap makan siang mereka. Siang ini mereka memakan steak dengan aneka sayuran di atas piring masing-masing.

 

“Uh, Ibu. Malam ini aku mau pergi ke Old Vic. Bolehkah?” Tanya Edmund.

 

“Oh, boleh-boleh saja, Ed. Ada acara apa di sana?” Tanya Ibu.

 

“Ini... uh, Archie temanku itu punya tunangan.”

 

“Beth Mitchell, bukankah begitu?” Tanya Elizabeth.

 

“Iya, kak, dan hari ini dia mau tampil bernyanyi di sana. Nanti malam, Archie akan menjemputku.”

 

“Oh, begitu. Baiklah, semoga acaranya malam ini menarik, Edmund.” Tutup Ibu.

 

 

Malamnya, Edmund sudah berpenampilan tampan dan rapih mengenakan tuksedo berjas hitam dan rambutnyabasah, memberi kesan licin dan bersinar. Keluar dari kamarnya, dia disapa oleh adiknya, Henry yang baru saja pulang dari kuliahnya.

 

“Tumben kakak pakai baju tuksedo malam-malam begini. Ada acara apa?” Tanya Henry.

 

“Oh, baru kali ini kamu pulangnya agak malam, Henry. Malam ini kakak mau nonton acara tunangannya teman kakak.”

 

“Begitu, kak. Aku pulang malam soalnya tugas di tempat kuliah tadi lumayan banyak ditambah ada kegiatan organisasi.” Jelas Henry.

 

Henry Philip,sang adik yang berusia 21 tahun itu memakai baju yang lebih kasual jika dibandingkan dengan kedua kakaknya: dia mengenakan kemeja lengan pendek kotak-kotak berwarna biru bergaris putih. Sebuah jaket cokelat dia kenakan di atas kemeja itu dan di kakinya dibalut celana jeans berwarna hitam. Dari wajahnya, Henry justru lebih condong ke arah ibunya dengan rambut hitamnya, bentuk wajahnya, dan sepasang mata birunya yang segelap ibunya.

 

Lalu, terdengar suara klakson mobil di luar rumah keluarga Guinness. Din, din, seperti itu suaranya.

 

“Oh, itu pasti Archie dan Lucas.” Kata Edmund. Dia kemudian bergegas pergi keluar dari rumahnya.Di luar, di pinggir jalan depan rumah keluarga Guinness, Archie dan Lucas sudah menunggu di dalam mobil Morris Oxford hitam punya Archie.

 

“Selamat malam, Edmund! Kamu sudah siap berangkat melihat pertunjukkan Beth?” Tanya Archie di depan kemudi.

 

“Wah, malam juga, temanku.Siap sekali, Archie.” Jawab Edmund. “Ibu, kakak, Henry, aku berangkat dulu, ya.”

 

“Ya, hati-hati di jalan, Edmund!” Kata Ibu.

 

 

Sesampainya di Old Vic, Edmund, Archie, dan Lucas duduk di bagian tengahlantai Upper Circle. Kemudian, seorang pembawa acara yang memakai tuksedo berekor datang menaiki panggung.

 

“Selamat malam, hadirin yang terhormat. Hari ini kita akan ada beberapa pertunjukkan yang menarik yang akan menghibur Anda semua di sini. Pertama-tama, hadirin akan dimanjakan oleh sebuah pertunjukkan eksotis dari kepulauan bagian timur khatulistiwa yang indah. Baru sembilan tahun mereka merdeka dari kerajaan Belanda, dan sekarang salah satu pertunjukkan ini akan dibawa oleh aki dalangnya...”

 

“Indonesia namanya, bukankah itu?” Bisik Lucas.

 

“Iya, teman-teman. Edmund cukup tertarik dengan negara ini.” Bisik Archie juga.

 

“Mari kita sambut... WAYANG KULIT YANG DIMAINKAN OLEH KI SOETANTO!!”

 

Dengan tirai pertunjukkan yang terbuka itu, muncul seorang aki dalang memainkan wayangnya menghadaplayar, membelakangi para penonton. Di depannya adalah orkes gamelan yang turut menjadi pengiring musik pertunjukkan wayang kulit malam ini. Berbagai dialog dan narasi dalam Bahasa Jawa dituturkan oleh si aki dalang itu.

 

“Entah kenapa, walaupun aku tidak mengerti apa yang diucapkan si dalang itu, aku cukup menyukai pertunjukkan boneka itu.” Kata Archie.

 

“Itu namanya wayang kulit, Archie.” Jelas Edmund. “Dulu ketika aku ke Belanda sekitar tahun ’49, ada pertunjukkan seperti ini juga. Hari ini mereka mempertunjukkan kisah Sengkuni si penghasut dalam kisah Mahabarata.”

 

“Oh... seperti itu. Ternyata kamu lumayan tahu cerita-cerita wayang, ya.” Kata Archie.

 

“Soalnya, aku juga lumayan tertarik dengan kisah-kisah wayang sejak saat itu, Archie.”

 

Ketika acara wayang tersebut hampir selesai, tiba-tiba Archie menanyakan sesuatu ke Edmund dan Lucas.

 

“Edmund, Lucas, kalian mau ikut aku ke balik panggung, buat ketemu tunanganku Beth?” Tanya Archie.

 

“Oh, dengan senang hati, Archie.”

 

“Uh, maaf, Archie, Edmund, aku tidak bisa ikut kalian ke belakang panggung. Mungkin aku akan tetap di sini sampai pertunjukkannya habis.” Kata Lucas.

 

“Oh, ya sudah. Kalau begitu kita berdua saja yang mengunjungi Beth.” Kata Archie.

 

Di balik panggung, Edmund dan Archie menemui Beth di ruang rias. Beth yang berkulit putih berambut hitam pendekitu terlihat cantik dengan gaun birunya, bagaikan campuranseorang penyanyi klub malam di Amerika, sebuah negeri di seberang Samudra Atlantik dengan tokoh Putri Salju dari dongeng karya Grimm Bersaudara.

 

“Hai, Beth, tunanganku!” Sambut Archie ke Beth.

 

“Archie sayang! Baru tahu kamu akan datang membawa kedua temanku malam ini! Oh ya, kamu masih ingat aku, Edmund?” Tanya Beth.

 

“Beth, bukankah begitu?”

 

“Syukurlah kamu masih ingat denganku. Pertunjukkanku sehabis, uh... wayang kulit ini. Nanti kutunjukkan yang terbaik buat penonton, dan kamu, Archibald.” Kata Beth.

 

“Wah, semoga sukses, Beth!” Kata Archie pamit kembali ke ruang penonton.

 

Beth juga ikut melambai-lambai tangan kepada Archie dan Edmund yang kembali ke ruang penonton. Sekembalinya, di ruang penonton, mereka disambut oleh Lucas yang sudah lama menunggu.

 

“Lama sekali kalian berdua! Sedang apa tadi di belakang panggung?” Tanya Lucas.

 

“Oh, tadi cakap-cakap dengan Beth, tunanganku.” Jawab Archie.

 

“Dan, saatnya penampilan selanjutnya malam ini, seorang penyanyi bersuara merdu sekaligus bintang baru untuk kerajaan, kita sambut BETH MITCHELL!!

 

Seluruh teater langsung digaungi oleh suara tepuk tangan dari hadirin ketika Beth pergi ke atas panggung. Beth langsung menyanyikan lagu Only Forever yang dipopulerkan oleh Bing Crosby. Tetapi, Archie dan Edmund melihat sesuatu yang janggal dari Beth.

 

“Beth... kenapa air mukanya pucat sekali, Archie? Selain itu, sinar matanya seperti... mati.” Kata Edmund memperhatikan serta cemas melihat Beth.

 

“Iya, ada apakah dengan tunanganku tersayang itu?” Tanya Archie cemas juga.

 

Setelah lagu itu selesai, hadirin memberikan tepuk tangan meriah kepada Beth. Lagi-lagi, Edmund menemukan satu kejanggalan dari Beth: dia berjalan keluar panggung dalam keadaan sempoyongan sebelum tiba-tiba...

 

“Ya Tuhan! Nona Mitchell pingsan!!” Teriak salah satu petugas di balik panggung.

 

Sontak, hadirin di dalam langsung terkejut bukan main mendengar salah satu bintang mereka yang tersayang tak sadarkan diri! Untungnya, pembawa acara bisa mengendalikan situasi sehingga hadirin bisa keluar dari teater dalam keadaan tenang.

 

“Aku punya firasat buruk soal ini... ayo, kita ke balik panggung, memastikan si Beth baik-baik saja!” Seru Archie bergegas.

 

“Ayo!”

 

Ketika Edmund, bersama Archie dan Lucas pergi ke belakang panggung, tiba-tiba seorang petugas di belakang panggung menghardik Archie!

 

“Hei!! Aku kenal denganmu! Kamu kan’ tunangan si Beth tadi! Kamu kah yang membuat si Beth meninggal!?” Teriak satu petugas itu!

 

“Hah!? Me-meninggal? Jadi Beth meninggal!?” Kata Archie terkejut.

 

“Pak, tenanglah! Biarkanlah kami bertiga masuk, melihat kondisi Beth saat ini!” Kata Edmund membujuk petugas itu.

 

“Baiklah, tapi nanti salah satunya, si rambut merah akan ditangkap polisi. Mengerti!?” Hardik petugas itu.

 

Ternyata benar kata petugas itu: Beth ditemukan sudah terkapar tidak bernyawa di atas lantai! Mayatnya terbujur di atas karpet, yang berarti mayatnya itu sudah dibawa dari tempat dia ditemukan meninggal.

 

“Beth... apa yang ter... jadi?” Kata Archie mulai menangis. “Beth...”

 

Archie kemudian menangis tersedu-sedu memeluk Beth yang sudah tidak bernyawa. Lucas kemudian mencoba menenangkan Archie yang sedang berduka atas kematian tunangannya.

 

“Sudahlah, janganlah menangis, Archie. Masih banyak perempuan yang bisa kamu nikahkan nanti.” Kata Lucas mencoba menenangkan Archie. Tapi, yang terjadi justru Archie semakin larut dalam dukanya.

 

Di belakang mereka, Edmund menemukan sesuatu di atas meja. Ternyata, ada sebuah kertas kecil bertuliskan huruf R yang ditaruh di atas meja tempat Beth merias dirinya sebelum naik ke atas panggung. Selain itu, di samping huruf R itu ada sejenis jarum suntik yang sudah kosong isinya.


;edmundsean-images-chap1-3;;

“Huruf R? Apakah huruf R ini berhubungan denganyang diberikan Prof. Watson tadi siang?” Pikir Edmund.

 

Tak lama kemudian, polisi pun datang memasuki belakang panggung menuju ruang rias.

 

“Selamat malam, kami dari PolisiMetropolitan. Ada apa, pak?” Tanya anggota polisi itu.

 

“Ini, pak, ada pembunuhan! Si rambut merah ini membunuh Nona Mitchell!” Tunjuk petugas balik panggung itu ke Archie!

 

“Apa buktinya, pak!? Sungguh tidak sopan menunjuk teman saya yang sedang berduka!” Tegas Edmund!

 

“Ini, pak: surat tulisan dia!” Kata petugas itu sambil menunjukkan surat itu!

 

Ternyata tulisan surat yang “ditulis” oleh Archie berbunyi seperti ini:

 

Beth tersayang,

Maaf jika aku harus mengakhiri hidupmu, karena kamu membuatku patah hati dengan dirimu lebih memilih teman-temanmu daripada aku. Dengan ini, maka aku cabut nyawamu dengan suntikan racun buatanku.

Tertanda,

Archie.

 

“Tidak mungkin!! Saya hanya menengok Beth terakhir kali saya bertemu dengannya. Saya tidak melakukan apa-apa!!” Kata Archie sambil tangannya diborgol.

 

“Oh ya? Dan jarum suntik ini buat apa, Tuan?” Tanya anggota polisi itu membawa sebuah jarum suntik.

 

“Halah, tangisannya itu air mata buaya! Sudah, pak polisi, tahan dia dan beri hukuman setimpal!!” Hasut petugas itu ke pihak polisi.

 

Archie pun diborgol diseret oleh pihak kepolisian keluar ruangan. Edmund yang sudah sedemikian tenangnya itu tiba-tiba mulai melunjak dan langsung menonjok petugas itu di pipi!! Tonjokkannya itu begitu keras hingga petugas itu terjatuh ke lantai!

 

“Beraninya Anda menuduh-nuduh teman saya!!” Teriak Edmund marah-marah! “Padahal dia sedang berduka, dan saya lebih tahu teman saya daripada Anda.”

 

“Oh ya? Buktinya apa!?” Kata petugas itu sambil memegang wajahnya yang babak belur.

 

“Archie itu menyayangi Beth apa pun yang terjadi. Saya yakin Archie tidak akan berani meracuni Beth apapun kondisinya, baik sedang susah atau dalam keadaan senang.” Jelas Edmund dengan tegas. “Kalau ternyata Archie terbukti tidak bersalah atas kejadian ini, mungkin Anda yang harus merasakan dinginnya jeruji penjara, dan tinggal satu sel dengan si pelaku.”

 

Mendengar pernyataan Edmund membuat petugas balik panggung itu tidak bisa bicara apa-apa lagi. Edmund yang geram dandiselimuti kekesalan karena temannya dihina pun pergi keluar diikuti oleh Lucas yang menjatuhkan beberapa lembar uang Pound ke lantai atas ganti rugi kejadian tadi.

 

“Ini, uang buatmu. Biar masalah kita tidak semakin parah.” Ujar Lucas kepada petugas itu.

 

Keluar dari Old Vic, Edmund dan Lucas hanya bisa pasrah melihat Archie yang diseretoleh pihak Scotland Yard dimasukkan ke dalam mobil polisi untuk didakwa dan ditahan atas kasus pembunuhan Beth yang tidak dia lakukan. Kantung jenazah yang berisi mayat Beth Mitchell itu kemudian dimasukkan ke dalam van polisi.

 

“Tabahlah, Edmund. Nanti suatu hari nanti dalang yang membunuh Beth akan segera ditangkap, cepat atau lambat.” Kata Lucas sambil memegang pundak Edmund.

 

“Iya, tapi ini sama sekali tidak masuk akal, Lucas. Bagaimana mungkin orang sebaik Archie mau meracuni Beth? Dia orangnya setia dan tidak akan berani mengkhianati temannya sendiri, apa lagi tunangannya.” Kata Edmund meratap.

 

“Iya, tapi siapa tahu seseorang bisa berubah suatu waktu, bukankah begitu?” Tanya Lucas. Lalu, dia melihat arlojinya dan ingat waktu sekarang.

 

“Oh, malam sudah larut, jadi aku harus pulang.”Pamit Lucas. “Baik, kapan-kapan nanti kita ketemu lagi, ya?”

 

“Ya!Cheerio!” Balas Edmund. Lalu, sendirian di dalam kegelapan London yang dihiasi cahaya dari lampu jalan, dia duduk di sebuah bangku taman, memikirkan kejadian tadi.

 

“Dari kematian si Beth, mustahil Beth dibunuh oleh Archie menggunakan suntikan racun. Dia memang lulusan psikologi yang kebetulan sempat bekerja sambilan sebagai perawat. Tapi... bagaimana mungkin Archie membunuh Beth, padahal akhir-akhir ini hubungan mereka terlihat baik-baik saja?” Pikir Edmund.

 

Lalu, Edmund mengambil sesuatu dari kantung jas tuksedonya, yaitu sebuah kertas kecil bertuliskan huruf R yang dia ambil tadi.

 

“Dan kertas ini: Huruf R? Apa artinya semua ini?” Pikir Edmund dari kertas kecil yang dia ambil ketika Archie menangisi kepergian Beth di belakang panggung tadi.“Semuanya berasa sangat amat janggal. Konspirasi apa ini untuk menjebak Archie? Siapakah dalang di balik kematian Beth dan penjebakkan Archie?”

 

Lalu, Edmund berdiri dan memanggil taksihackney Austin FX3 untuk pulang kembali ke rumahnya. Di tengah perjalanan, Edmund memikirkan satu hal terakhir sebelum beristirahat.

 

“Yah, semoga Beth Mitchell bisa beristirahat di alam akhirat sana dan aku serta pihak kepolisian bisa menemukan dalangnya...”



Update setiap hari Selasa

You must Register or Login to post a comment